BERKONFLIK DENGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

Pemerintah Agar Evaluasi 595 Perizinan Perusahaan di Riau 

Di Baca : 5109 Kali
Koordinator Jikalahari Made Ali (kiri), Direktur Eksekutif Walhi Riau Riko Kurniawan (kanan). (Foto ist)

Pekanbaru, Detak Indonesia--Jikalahari dan Walhi Riau mendesak Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) mengevaluasi perizinanan 595 perusahaan di sektor kehutanan, dan pertambangan di Riau yang berkonflik dengan masyarakat hukum adat tempatan, merusak dan mencemarkan lingkungan hidup, mengemplang pajak, serta terlibat korupsi.

“Termasuk mengevaluasi kinerja Kapolda Riau dan Gubernur Riau yang lamban merespon laporan masyarakat juga tidak menjalankan instruksi Presiden Jokowi dan GNPSDA KPK akibatnya Riau berasap di musim kemarau, banjir di musim hujan, masyarakat jadi korban,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari. 

Pada 26 Juli 2018 di Pekanbaru, Kemenkopolhukam taja rapat bersama KLHK, ATR/BPN, Kemendagri, Kementan, Polri, Kapolda Riau, Gubernur Riau, Danrem 031 Wirabima, Kejati Riau, Bupati Kampar, Siak, Pelalawan, Indagiri Hulu, Kuansing, di Hotel Pangeran Pekanbaru. 

Agendanya: undangan rapat evaluasi: penyelesaian konflik perambahan hutan TN Tesso Nilo, tindak lanjut penyelesaian konflik perusahaan dengan masyarakat dan penanganan perambahan hutan di luar HGU  dan tindak lanjut penyelesaian konflik terkait penguasaan lahan masyarakat oleh PT Aneka Inti Persada. 

“Mengapa rapat yang menghadirkan pusat dan muspida di Riau lebih dari 60 orang dari berbagai instansi pemerintah hanya membahas konflik di Taman Nasional Tesso Nilo, dan perusahaan saja? Apa motifnya?” Padahal ada 595 perusahaan kehutanan, perkebunan dan tambang yang berkonflik di Riau yang merampas hutan tanah masyarakat adat dan tempatan,” kata Riko Kurniawan, Direktur Eksekutif Walhi Riau.






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar